Saturday, November 08, 2008

Optimisme Obama

Untuk pertama kalinya sejak terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat, Barrack Hussein Obama menggelar konferensi pers di Hotel Chicago kemarin (07/11). Dalam pernyataanya, Hussein secara tidak langsung mengakui betul bahwa Amerika Serikat dalam keadaan serba sulit khususnya dalam hal ekonomi dan politik, yang kemudian ia istilahkan sebagai "keluar dari lubang dimana kita sekarang".

"It's not going to be quick and it's not going to be easy to dig ourselves out of the hole we are in"

Namun sebagai salah satu tokoh muda Amerika yang berumur 47 tahun, Hussein dengan gaya optimismenya mengatakan "But America is a strong and resilient country and I know that we will succeed if we put aside partisanship and politics to work together."

Memang terlalu sederhana apabila memaknai pernyataan Hussein yang terakhir ini adalah sebagai sebuah pondasi dalam menyelasaikan beragam masalah, "meletakkan dan mengesampingkan rasa keberpihakan dan politik untuk bekerja sama". Namun, mungkin memang itu yang sebenarnya dibutuhkan oleh bangsa Amerika Serikat atau seluruh ummat manusia di muka bumi ini.

Tidak bermaksud menjiplak pernyataan Hussein, bagaimana kalau kita ganti sedikit kata-katanya "But Indonesia is a strong and resilient country and I know that we will succeed if we put aside partisanship and politics to work together," apakah Indonesia bisa menjadi seperti yang diungkapkan oleh Hussein?

Memang persatuan dan kebersamaan dalam mencari jalan keluar sebuah masalah merupakan impian sebagian besar anak bangsa. Namun bagi Indonesia, mungkin masalahnya tidak sampai di titik itu. Apalagi tahun depan para elite yang juga merupakan bagian dari kita akan menggelar hajatan Pemilu. Hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi dan partai akan menjadi godaan yang teramat berat bagi yang menyadarinya.

Secara ekonomi, sebenarnya pemerintah Indonesia sekarang ini sedang merintis program-program yang bermaksud mendistribusikan pendapatan agar yang miskin tidak terus-menerus menjadi miskin, dan yang lemah tidak terus menerus melemah atau terlemahkan. Seperti program PNPM, pemberdayaan UMKM, dan sejenisnya. Pemberian modal dan pemberdayaan masyarakat lumayan bagus untuk mengembangkan rasa nasionalisme kita sebagai suatu bangsa, Bangsa Indonesia. Sayangnya, sebagai orang yang tidak banyak tahu mengenai kinerja dan proses implementasi proyek-proyek ini beranggapan bahwa pemerintah sepertinya masih malu-malu atau mungkin setengah hati dalam menjalankan proses ini. Karena dalam kenyataanya, lagi-lagi lemahnya aspek pengawasan atau tidak sesuainya format program dengan budaya lokal menjadi hambatan besar dalam mewujudkan visi dan misi program.

Secara politik, keinginan bersatu untuk mencari solusi kebangsaan bisa dikatakan masih jauh atau sulit untuk dilaksanakan. Memang premis ini berpijak pada paradigma kaum realis yang lebih mengedepankan fakta di dunia nyata, tinimbang ide-ide yang dianggap terkadang utopis. Fragmentasi politik antar berbagai kelompok yang berujung pada warna-warni kepentingan perlahan-lahan mempersempit komunikasi antar anak bangsa.

Pada akhirnya, kita diminta untuk kembali melihat sesuatu dengan kacamata optimisme di mana tidak ada suatu masalah pun, khususnya yang berbau duniawi, yang tidak dapat diselesaikan. Kita berharap banyak bahwa para elite politik bisa meninggalkan kebiasaan untuk mengedepankan hasrat pribadi dan mulai membangun kesadaran bahwa rakyat adalah tujuan utama perjuangan mereka.

Andi Kurniawan
Alumnus-Prodi. Hubungan Internasional
2001, Universitas Jember

No comments: